Mediamassa.co.id – Nasionalism pancasila merupakan sifat wajib bagi masyarakat Indonesia, sifat ini menunjukkan rasa mencintai tanah air dan menjunjung tinggi nilai pancasila. Dimana pancasila merupakan dasar negara Indonesia, bahkan hingga sekarang di era globalisasi,negara Indonesia tetap berpegang teguh kepada Pancasila sebagai dasar negara. Namun di era modern ini, hampir segala hal mulai mengalami digitalisasi. Walaupun dinilai lebih efektif dalam membantu kehidupan masyarakat, digitalisasi juga memberikan tantangan baru bagi masyarakat, salah satunya menyebabkan pudarnya sifat nasionalisme.
Nasionalisme yang dipahami sebagai loyalitas dan dedikasi terhadap bangsa dan negara,kini menghadapi redefinisi dalam era di mana batas fisik tak lagi menjadi pengaruh komunikasi. Lajunya informasi di era ini juga menjadi manfaat sekaligus tantangan.Mengingat dengan kemudahan dalam menyebarkan informasi, banyak informasi negatif pula yang ikut tersebar luaskan dan mengakibatkan hilangnya kepercayaan publik terhadap pemerintahan, institusi atau bahkan antar individu, sehingga menimbulkan perpecahan.
Jurnal ini bertujuan memberikan penjelasan tentang faktor pendorong pudarnya sifat nasionalisme di era digital ini, agar masyarakat memahami tantangan apa yang akan dihadapi dalam membudayakan nasionalisme di era digital. Sebagai warga negara Indonesia,masyarakat wajib menjunjung tinggi sifat nasionalis terhadap nilai-nilai pancasila, dan menerapkannya pada diri sehingga menciptakan identitas sifat bangsa Indonesia.
Nasionalisme di sini merujuk pada aspek yang bersifat emosionalitas, kolektivitas, Dan idolistik. Perasaan emosional seperti semangat dan cinta akan tanah air, dan sifat kolektivitas pada sesama bangsa sebab memiliki tujuan emosional yang sama, serta adanya aspek idolistik terhadap pancasila, yang menghasilkan sifat penyembahan dan sakral akan nilai-nilai pancasila. Maknanya Nasionalisme terdorong akan Kecintaan emosional terhadap bangsa dan negara, kesatuan karena memiliki kecintaan emosional yang sama, dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang sama.
Menurut Otto Bauer. Nasionalisme adalah suatu persatuan perangai atau karakter yang timbul karena perasaan senasib. Jika di hubungkan pada jejak sejarah Indonesia, para Bangsa indonesia memiliki sifat nasionalis terhadap tanah air akibat sejarah kolonialisme yang di lakukan negara asing pada masa lalu, sehingga muncul keinginan untuk memperjuangkan kemerdekaan yang diperjuangkan para pahlawan.
Nilai-nilai luhur dan nasionalisme tersebut abadi dalam pancasila dan sejarah Indonesia. Hingga seiring berjalannya waktu, sifat-sifat tersebut masihlah menjadi pedoman utama
bangsa Indonesia meski jaman telah berubah. Semangat juang yang dulu disalurkan lewat fisik, berubah seutuhnya. Tantangan yang dihadapi lebih ke arah mempertahankan nilai
pancasila dan nasionalisme Indonesia di arus globalisasi teknologi digital.
Teknologi digital merupakan perkembangan yang sangat revolusioner, dimana informasi
lebih dilakukan secara komputer/digital dibandingkan menggunakan tenaga manusia. Perubahan ini mengubah seluruh cara hidup masyarakat di dunia tanpa terkecuali diIndonesia, dimana mulai dari administrasi, transaksi, dan bertukar informasi dapat dilakukan
melalui perangkat digital.
Sebagai contoh terbesar pengaruh teknologi digital adalah hadirnya media sosial. Media sosial merupakan platform digital yang memungkinkan penggunanya berinteraksi, dan berbagi informasi melalui internet. media sosial pada umumnya digunakan sebagai perangkat komunikasi digital dan salah satu media hiburan bagi masyarakat.
Dalam platform media sosial, seluruh informasi dari seluruh dunia dapat diakses hanya bermodalkan perangkat digital dan internet yang dimiliki individu. Namun dengan kemudahan akses akan informasi negara luar, juga menyebabkan globalisasi budaya yang
dapat mempengaruhi identitas bangsa dan budaya tanah air. Budaya asing yang masuk dapat mengubah kebudayaan utama dari bangsa Indonesia, sehingga memiliki potensi menghapus budaya atau nilai-nilai luhur yang seharusnya di anut.
Situasi ini sesuai dengan teori Cultural Imperialism yang di kemukakan oleh Herbert Schiller. Teori ini menjelaskan “ Bahwa negara dunia pertama atau blok barat, mendominasi media massa dan mempengaruhi budaya negara di bawahnya”. Hal ini menciptakan
hegemoni kultural terhadap bangsa Indonesia yang masih merupakan negara berkembang, terutama pada generasi muda yang sering menghabiskan waktu lebih di media sosial. Dengan terpengaruhnya masyarakat dengan budaya luar, sifat nasionalisme terhadap tanah air sendiri
menurun. Hal ini bisa dilihat dari kalangan muda yang menganggap budaya luar lebih maju dan menarik dibandingkan negara sendiri.
Globalisasi budaya menjadi tantangan bagi Indonesia untuk mempertahankan ideologi dan budayanya di tengah badai informasi yang tak ada hentinya. Informasi dan ideologi yang
datang dari luar negeri melalui perangkat digital dan internet, menggerus sifat nasionalisme
bangsa. Kalangan mahasiswa cenderung lebih paham budaya dan tren luar negeri, menunjukkan kurangnya ketertarikan terhadap bangsa sendiri.
Digital literasi juga menjadi tugas utama dalam membangun masyarakat cerdas dan kritis. Pada dasarnya, literasi memiliki keterkaitan erat dengan sektor pendidikan. Di era digital saat
ini, tantangan di bidang pendidikan akan menjadi lebih berat mengingat banyak masyarakat yang mudah terpengaruh oleh misinformasi atau penipuan yang tersebar di internet. Hal ini dapat merusak nilai-nilai nasionalisme dan memecah belah bangsa, masyarakat harus disadarkan bahwa tidak semua informasi yang ada di sosial media merupakan informasi yang
benar. Masyarakat Perlu lebih kritis terhadap segala informasi, terutama yang mengandung topik sensitif seperti ras, politik, ekonomi, dan agama.
Bukan hanya sifat nasionalisme namun ideologi Pancasila juga mendapatkan tantangan di era digital ini. Ideologi asing dan sifat radikalisme atau ekstremisme terhadap agama, ras,
atau ideologi tertentu yang tersebar melalui media sosial, dapat mengubah pola pikir seseorang dalam memandang sebuah kepercayaan atau ideologi. Ditambah polarisasi dari
algoritma media sosial yang menyuguhkan konten sesuai dengan preferensi pengguna dapat
membuat individu tersebut semakin tersesat ke arah yang negatif.
Dari berbagai rumusan masalah di atas dapat disimpulkan di era digital, sifat nasionalisme memiliki banyak tantangan terutama dalam penggunaan media sosial, yang dimana informasi
bergerak begitu cepat. Mulai dari berita hoaks dan negatif, globalisasi budaya, dan ideologi asing serta radikalisme yang justru mendorong individu untuk melakukan perbuatan yang tak
sesuai nilai moral dan Pancasila. Hal ini diperparah dengan kurangnya literasi masyarakat Indonesia dalam memahami teknologi digital.
Sebagai saran, pemerintah harus mulai mengusahakan pendidikan literasi digital pada masyarakat, mengingat betapa mudahnya berita hoaks di percayai terutama oleh kalangan
orang tua. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat harus bekerja sama dalam mengaplikasikan pendidikan digital. Hal ini bisa dimulai dari di adakannya pelatihan dan
pendidikan, atau dibuatnya konten, yang mengajarkan keterampilan menggunakan teknologi
digital secara efisien dan bijaksana.
Upaya seperti memperkenalkan sifat nasionalisme pada pelajar melalui mata pelajaran sekolah sudahlah baik, namun tentu penyampaian tersebut membutuhkan tenaga pengajar
yang berkualitas, sehingga pengajaran menjadi efisien dan menciptakan SDM yang berkualitas. Salah satunya menciptakan pelatihan khusus tenaga pengajar agar para pengajar
mengalami peningkatan kualitas.
Selain itu pemanfaatan media massa seperti televisi, media cetak, atau bahkan sosial media itu sendiri sebagai sarana untuk menyebarkan informasi positif tentang bangsa dan negara.
Sehingga mengundang daya tarik bagi para masyarakat. Atau menyadarkan masyarakat akan ancaman informasi negatif di media sosial terhadap nilai-nilai pancasila, sehingga masyarakat
dapat mengenal tantangan yang dihadapi di era digital dalam upaya melestarikan nilai nasionalisme.
Penulis: Daffa Hilmi Rabbani