Oleh Redaksi MediaMassa.co.id
“Saya hanya ingin mengembalikan hak teman-teman saya… Tapi yang saya terima justru pengkhianatan dari oknum mantan pengurus PTIB dan laporan polisi. Padahal saya juga korban. Saya bahkan korban dua kali.”
Vina bukan pelaku. Ia adalah korban.
Ia adalah seorang ibu dengan anak kecil. Ia bukan penjahat. Ia bukan pencuri. Ia hanya satu dari ribuan korban investasi bodong Binomo. Tapi yang membuat kisah ini lebih tragis—ialah kenyataan bahwa setelah ditipu, aset yang seharusnya dikembalikan malah diselewengkan oleh oknum yang tidak berwenang, dan kini, Vina justru harus menghadapi ancaman penjara karena tak bisa membayar kembali dana patungan.
Binomo: Investasi Bodong yang Menghancurkan Harapan
Beberapa tahun lalu, Vina bersama teman-temannya mengumpulkan dana sebesar Rp2,5 miliar untuk berinvestasi melalui platform Binomo. Mereka percaya bahwa ini adalah jalan untuk memperbaiki nasib. Namun yang mereka temukan bukanlah untung, melainkan kehancuran.
Binomo ternyata adalah penipuan berkedok investasi, tanpa mekanisme pasar yang sah. Semua hanya skema tipu-tipu untuk merampas uang rakyat. Dan ketika semuanya jatuh, Vina—yang saat itu menjadi koordinator patungan—harus menanggung beban moril sendirian.
Putusan Pengadilan: Harapan Baru yang Sekejap Hancur
Setelah melewati proses hukum panjang, pengadilan memutuskan bahwa aset para pelaku tidak disita negara, melainkan dikembalikan kepada para korban. Untuk menyalurkan aset secara adil, dibentuklah Paguyuban PTIB (Perkumpulan Trader Indonesia Bersatu). Vina pun berharap, dari sinilah keadilan bisa ditegakkan.
Tapi harapan itu hanya sekejap. Karena ternyata, aset dijual secara sembunyi-sembunyi oleh oknum mantan pengurus PTIB. Penjualan dilakukan tanpa sepengetahuan korban, tanpa transparansi, dan dengan harga yang sangat rendah, jauh dari nilai sebenarnya.
Fakta Mengerikan: Aset Dijual Ilegal, Dana Diserahkan ke Oknum
Yang lebih menyedihkan: hasil penjualan aset justru diserahkan ke tangan mantan pengurus PTIB yang sudah tidak memiliki legalitas apapun. Padahal secara hukum, pengurus resmi yang sah adalah yang diketuai oleh Leo Chandra.
Artinya, semua proses itu—penjualan, distribusi, pengambilan dana—ilegal.
Selama bertahun-tahun, Vina Menunggu dana pencairan agar bisa menepati janjinya pada teman-teman yang ikut patungan. Tapi yang datang bukanlah kabar baik, melainkan pengkhianatan.
Aset dijual habis. Dibagi-bagi secara tidak adil, dan tidak sampai ke tangan mereka yang paling berhak dengan proporsional. Vina tak menerima sesuai haknya. Dan kini teman patungan melaporkan Vina ke pihak berwajib, padahal Vina hanyalah korban dari keserakahan oknum mantan pengurus PTIB yang menggelapkan aset korban, sehingga Vina belum bisa membayar teman patungannya.
“Saya bukan lari. Saya hanya menunggu aset cair. Tapi saat cair, malah tidak sampai ke saya sesuai hak saya. Tapi sekarang, saya sendirian yang harus menanggung beban ini.”
Seorang Ibu, Diambang Penjara
Vina kini menghadapi laporan pidana. Bukan karena ia berniat jahat, tapi karena ia berusaha menepati janji di tengah sistem yang bobrok. Anak Vina masih kecil, masih butuh pelukan dan kehadiran seorang ibu.
“Kalau saya masuk penjara… siapa yang akan mengurus anak saya? Saya hanya ingin jujur. Saya hanya ingin membela hak teman-teman saya. Tapi saya malah dikorbankan lagi…”
Di Mana Keadilan?
Siapa yang seharusnya diadili?
Mereka yang menjual aset tanpa izin.
Mereka yang membagi hasil secara tidak adil.
Mereka yang mengambil alih pengelolaan tanpa legalitas.
#KeadilanUntukVina
#UsutAsetKorbanBinomo
#StopKriminalisasiKorban
#TransparansiPTIB
#KorbanYangDikorbankan
#OknumMantanPengurusPTIB
Media Massa akan terus mengawal kasus ini. Vina bukan satu-satunya. Tapi hari ini, tangis seorang ibu menjadi simbol bahwa keadilan di negeri ini masih harus diperjuangkan.
0 Komentar